Wisata Dingin Tebing Karaton
Sebuah
perjalanan akan memberikan kesan yang berbeda jika dilakukan dengan orang yang
berbeda. Perjalanan dengan teman akan membuatmu merasakan kesenangan seutuhnya,
sedangkan perjalanan bersama keluarga—meski sedikit merepotkan—akan membuatmu
merasakan sensasi yang berbeda. Perjalanan ke tanah sunda kali ini, saya
ditemani oleh kakak perempuan dan adik laki-laki. Awal agustus kami dimulai
dengan berkeliling tanah Jawa Barat.
Sebenarnya tujuan
utama perjalanan dari Padang ke Bandung bukanlah untuk berwisata, namun untuk
mencari kost untuk adik sepupuku yang akan berkuiah di UIN Sunan Gunung Djati. Ternyata
mencari kost untuk anak laki-laki di sekitaran kampus tidak begitu sulit karena
kami langsung menemukan kamar yang cocok dengan harga terjangkau untuk dihuni
oleh saudara saya dan temannya. Masih memiliki banyak waktu, kakak tertua
memutuskan untuk menyewa mobil dan perjalanan kami dimulai dengan mengunjungi
Tebing Karaton.
Tebing Karaton
atau yang lebih dikenal dengan nama tebing Keraton merupakan tebing yang masih
termasuk dalam kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda dan berada di Kampung Ciharegem Puncak, Desa Ciburial, Bandung, Jawa Barat,
Indonesia. Objek ini awalnya sangat eksis dikalangan pesepeda, tak heran
jika kita dapat menemui para pesepeda jika mengunjungi tempat ini. Setelah terkenal
menjadi objek wisata baru di Jawa Barat, tebing ini menjadi sangat ramai
terutama pada saat pagi dan sore. Banyak pengunjung yang datang untuk berfoto
dengan pemandangan yang indah dari matahari terbit dan terbenam. Pemandangan indah dari atas tebing yang mempesona mampu memikat para wisatawan setiap harinya.
Dari kost yang terletak di daerah Cibiru, kami berangkat
pukul empat pagi agar dapat pemandangan matahari terbit. Dengan mobil yang
dikemudikan oleh adik laki-laki saya, kami melewati jalanan Bandung yang masih
gelap dan sepi. Dinginnya udara Bandung membuat kami tidak berani membuka
jendela mobil. Saya memilih untuk tidur di jok belakang, sedangkan kakak saya
bertugas untuk mengarahkan jalan bermodalkan navigasi ponsel karena kami belum pernah pergi ke daerah ini.
Tidak seperti yang tertera dalam aplikasi maps, perjalanan yang seharusnya ditempuh dalam waktu satu jam ternyata memakan waktu sedikit lebih lama. Setelah melewati jalan raya, mobil berbelok ke jalan sempit yang menanjak, butuh kehati-hatian ekstra saat harus berpapasan dengan mobil lain karena keterbatasan ruas jalan. Di sisi kanan dan kiri jalan terdapat rumah penduduk yang umumnya berukuran luas dengan pagar yang tinggi, ada pula warung-warung kecil tempat para pesepeda berkumpul dan beristirahat. setelah berjalan cukup jauh, kami sampai di area parkir Tebing Karaton. Untuk mobil dikenakan biaya Rp10.000,00 sedangkan untuk motor sebesar Rp5000,00. Setelah membayar parkipetugas parkir mengarahkan kami menuju area tebing. Awalnya saya mengira akan langsung sampai ke tebing karena sebelum sampai di area parkir, karena jalan yang ditempuh sudah cukup menanjak dengan jalanan berbatu. Namun, ternyata kita harus berjalan sejauh tiga kilometer lagi dengan medan menanjak dan berkerikil untuk sampai di gerbang tebing. Beruntungnya, ada ojek yang dapat disewa dengan harga Rp50.000,00 perorang untuk sampai ke puncak tebing. Tanpa pikir dua kali kami menggunakan jasa ojek untuk sampai ke puncak tebing. Medan yang ditempuh jauh lebih mengerikan dari saat menuju area parkir. Menanjak dan berbatu. Semakin menegangkan dengan tidak adanya alat keamanan yang diberikan seperti helm, bahkan tukang ojek di sana juga tidak memakai pelindung apapun. Dengan jalanan yang tidak begitu aman tersebut seharusnya para pengunjung maupun pekerja diberikan alat keamanan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. Sebagai rekomendasi, sebaiknya untuk berwisata di tebing ini—terlebih pada waktu pagi—sebaiknya menggunakan jaket dan sepatu karena udaranya sangat dingin.
perjalanan menggunakan jasa ojek untuk sampai ke tebing |
souvenir yang didapat saat membeli tiket |
Dari gerbang pembelian tiket,
kami harus jalan beberapa meter lagi untuk sampai di tepi tebing. Untungnya jalanan kali ini sudah diberi batu yang disusun datar. Saya tidak bisa menahan dingin ketika
berjalan di antara pepohonan menuju tepi tebing. Angin pagi semakin membuat
udara semakin gigil. Saat sampai di ujung tebing, angin berhembus lebih
kencang, semakin dingin walau area cukup ramai. Karena datang terlambat, kami
melewatkan momen matahari terbit. Meski begitu, pemandangan yang kami dapatkan
sangat bagus. Pemandangan pepohonan lebat yang menyejukkan mata ditambah dengan
langit bersih yang diwarnai dengan sinar matahari pagi.
pemandangan hijau di tepi tebing |
pemandangan di tepi tebing |
Kebanyakan
dari para pengunjung datang untuk mengambil foto dengan pemandangan pepohonan
yang indah. Patahan Dago terlihat sangat indah dari tepi tebing ini. Saya dan
kedua saudara saya juga mengambil beberapa foto dengan pemandangan dari tepi
tebing. Karena banyaknya pengunjung yang datang, membuat kita harus menunggu
untuk dapat berfoto di tempat yang bagus. Di beberapa pagar di ujung tebing, tertulis larangan untuk melewati pagar karena berbahaya. Namun beberapa wisatawan melanggarnya untuk mendapatkan foto yang bagus. beberapa malah mencoba untuk turun dengan melewati bebatuan besar dan menikmati bekal yang sudah mereka bawa di sana. Penjaga di sana juga hanya berdiri tanpa menegur pengunjung yang melewati pagar, dia hanya menegur orang-orang yang turun cukup jauh melewati bibir tebing karena hal tersebut sangat berbahaya.
Semakin siang, semakin banyak rombongan pengunjung yang datang. Panas matahari mulai terasa, meski dinginnya belum kunjung hilang. Setelah
mendapatkan beberapa foto, kami memutuskan untuk pulang tanpa berniat untuk
mengelilingi area tersebut. Udara yang dingin membuat perut menuntut diisi
lebih cepat. Saya harus merapatkan jaket untuk menghalau rasa dingin ketika
jalan pulang, beberapa kali memeluk adik laki-laki saya yang bertubuh tambun
agar hangat.
Sampainya
di gerbang, kami ditunggu oleh tukang ojek yang mengantar tadi untuk perjalanan
kembali ke area parkir. Setelah membayar jasa ojek, kakak perempuan saya
tertarik untuk membeli tanaman mungil yang dijual oleh seorang ibu di dekat
pangkalan ojek tersebut. Tanaman hias tersebut dijual dengan rentang harga
Rp35.000,00-Rp60.000,00. Saat membeli, penjualnya memberitahu dengan detail
tentang jenis tanaman dan cara merawatnya. Setelah memilih tanaman, kami
kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan pulang ke Cibiru.
Berwisata di Tebing Karaton merupakan perjalanan yang cukup berkesan, karena untuk mendapatkan pemandangan yang indah, pengunjung dibuat berdebar dengan medan jalan yang menanjak dan penuh dengan kerikil, juga dengan udara dingin yang gigil. Namun pengorbanan dalam perjalanan tersebut dibayar lunas dengan pemandangan yang indah dan area tebing yang nyaman dan bersih meski dipadati oleh pengunjung. Tempat wisata ini direkomendasikan untuk para remaja yang ingin berlibur bersama teman dan tidak dianjurkan untuk membawa anak kecil karena terlalu berbahaya.
Tidak ada komentar